Kamis, 04 Oktober 2012

Asuhan Keperawatan Anemia


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin, suatu senyawa kimia dalam sel darah merah yang berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh. Hal ini bisa karena kadar hemoglobinnya yang berkurang, atau malah sel darah merahnya yang berkurang.
Penyebab paling umum dari anemia adalah kekurangan zat besi. Kebanyakan wanita tidak menyadari bahwa dia mengalami anemia dan baru sadar pada saat menjalani tes darah seperti pada waktu donor darah dan tes darah lengkap. Namun gejala umum anemia adalah mudah capek, nafas gampang tersengal-sengal dan Wanita lebih beresiko terserang anemia daripada pria, masalahnya setiap bulan wanita banyak kehilangan darah pada saat menstruasi dan harus memproduksi banyak darah, berbeda dengan pria, pria kan tidak mengalami menstruasi.
Diet tinggi zat besi cukup signifikan untuk mencegah anemia, salah satu makanan tinggi zat besi adalah daging dan sayuran hijau. Tannin yang terdapat dalam teh mampu menghambat penyerapan zat besi di usus, makanya habis makan daging diusahakan tidak minum teh. Sebaliknya, vitamin C memiliki efek yang bagus untuk penyerapan zat besi, satu porsi steak daging dengan segelas jus jeruk merupakan kombinasi yang bagus untuk mencegah anemia. Penyakit anemia kita kenal dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai kurang darah. Cegahlah penyakit ini agar tidak menjadi semakin parah karena akan merusak organ-organ tubuh karena organ-organ tersebut  kekurangan suplai oksigen. Untuk mengetahui tentang anemia ini, sebaiknya kita simak tulisan dibawah ini?
B.     Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan Anemia
b.      Menjelaskan etiologi Anemia
c.       Menjelaskan patofisiologi Anemia
d.      Menjelaskan manifestasi klinik Anemia
e.       Menjelaskan pengobatan Anemia
f.       Menjelaskan Pemeriksaan dan diagnostik Anemia
g.      Menjelaskan Penanganan Anemia
h.      Menjelaskan pengkajian Anemia
i.        Menjelaskan diagnosa dan intervensi Anemia
j.        Menjelaskan evaluasi Anemia





C.    Tujuan  Penulisan
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara jelas tentang Anemia dan cara pengobatannya
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mendeskripsikan tentang apa yang dimaksud dengan Anemia dan bagaimana cara pengobatannnya
b.      Untuk mengetahui apa penyebab dari Anemia


BAB I
PENDAHULUAN
A.    KONSEP DASAR MEDIK
1.      Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin, suatu senyawa kimia dalam sel darah merah yang berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh. Hal ini bisa karena kadar hemoglobinnya yang berkurang, atau malah sel darah merahnya yang berkurang.
Anemia terjadi ketika darah kita kekurangan hemoglobin (Hb) yang bertugas membantu sel darah merah mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Anemia Karena Kekurangan Vitamin B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12. Selain zat besi, sumsum tulang memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk menghasilkan sel darah merah. Jika kekurangan salah satu darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik. Pada anemia jenis ini, sumsum tulang menghasilkan sel darah merah yang besar dan abnormal (megaloblas).
Sel darah putih dan trombosit juga biasanya abnormal. Anemia megaloblastik paling sering disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan asam folat dalam makanan atau ketidakmampuan untuk menyerap vitamin tersebut.
Kadang anemia ini disebabkan oleh obat-obat tertentu yang digunakan untuk mengobati kanker (misalnya metotreksat, hidroksiurea, fluorourasil dan sitarabin).
2.      Etiologi
Mekanisme yang menyebabkan terjadinya anemia diantara adalah
Anemia kekurangan zat besi: ini anemia yang sangat sering ditemui. Tubuh memerlukan zat besi untuk memproduksi Hb. Sumber-sumber besi pada makanan ada 2 bentuk, yang Heme dan yang non-Heme. Yang Heme mudah sekali diserap seperti daging sapi, hati, telur, daging ayam dan daging merah. Sedangkan yang non-Heme terdapat pada sayuran-sayuran hijau seperti bayam, kangkung, buncis dimana zat besi tersebut tidak dapat langsung diserap oleh tubuh dan harus diubah dulu oleh usus agar mudah diserap.
Anemia Megaloblastik (Kekurangan Vitamin Anemia ini terjadi jika tubuh kekurangan asam folat dan vitamin B-12. Tubuh mempunyai sel darah merah yang tidak mengangkut oksigen dengan baik.
Akibat komplikasi, Beberapa penyakit bisa mengganggu produksi sel darah merah. Misalnya, penderita penyakit ginjal yang melakukan dialisis (membuang zat sisa dengan bantuan melakukannya). Ginjal mereka tidak mampu memproduksi cukup hormon untuk membuat sel darah merah, dan zat besi banyak terbuang dalam proses dialisis.
Penyakit darah turunan, Salah satu jenis penyakit turunan yang membuat anemia adalah kelalaian bentuk sel darah meraah (sickle cell anemia). Tubuh akan menghancurkan sel darah meraaah yang tidak normal ini namun tidak cukup cepat memproduksi sel baru sehingga anemia muncul. Thalasemia merupakan penyakit darah yang diturunkan yang akan mempengaruhi kemampuan tubuh memproduksi sel darah merah.
Anemia Aplastis, Ini penyakit yang jarang terjadi dimana sumsum tulang belakang tidak memproduksi sel darah merah yang cukup. Ini juga akan mempengaruhi jumlah sel darah putih sehingga akan rentan terhadap infeksi dan perdarahan yang tidak bisa dihentikan
3.      Patofisiologi
Anemia terjadi karena berkurangnya produksi hormon eritropoietin (EPO) akibat berkurangnya massa sel-sel tubulus ginjal. Hormon ini diperlukan oleh sumsum tulang untuk merangsang pembentukan sel-sel darah merah dalam jumlah yang cukup untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Jika eritropoietin berkurang, maka sel-sel darah merah yang terbentuk pun akan berkurang, sehingga timbullah anemia.
Faktor lain yang juga berperan dalam terjadinya anemia adalah :
1.      Kekurangan zat besi, asam folat, vitamin B12, karnitin
2.      Penghambat eritropoietin (peradangan, hiperparatiroidisme)
3.      Perdarahan
4.      Umur sel darah merah yang memendek (misalnya pada anemia hemolitik, anemia sickle cell/anemia bulan sabit)
4.      Manifestasi Klinik
Penyakit anemia adalah dimana kondisi jumlah sel darah merah dalam darah tidak normal atau rendah. Dokter kadang-kadang menjelaskan penyakit anemia sebagai seseorang yang memiliki darah rendah. Seseorang yang menderita kurang darah disebut anemia.
Darah terdiri dari dua bagian, bagian cair yang disebut plasma dan sel-sel bagian. Selular bagian berisi berbagai jenis sel. Salah satu yang paling penting dan paling banyak sel adalah jenis sel darah merah. Yang lain adalah jenis sel darah putih dan sel platelets. Tujuan dari sel darah merah adalah untuk memberikan oksigen dari paru-paru ke bagian lain dari tubuh.
Secara umum, terdapat tiga jenis utama anemia, diklasifikasikan menurut ukuran sel darah merah:
1.      Jika sel darah merah yang lebih kecil dari biasanya, ini disebut microcytic anemia. Penyebab utama dari jenis ini adalah anemia kekurangan zat besi dan hemoglobin.
2.      Jika ukuran sel darah merah yang normal dalam ukuran (tetapi jumlahnya rendah), ini disebut normocytic anemia, seperti anemia yang menyertai penyakit kronis atau anemia yang berhubungan dengan penyakit ginjal.
3.      Jika sel darah merah lebih besar dari biasanya, maka disebut macrocytic anemia. Penyebab utama dari jenis ini adalah yang berkaitan dengan alkohol.
5.      Pengobatan Atau Terapi
Pengobatan suportif diberikan untuk mencegah dan mengobati terjadinya anemia :
1.      Pengobatan terhadap anemia. Untuk menghindarkan anak dari anemia, sebaiknya anak diisolasi dalam ruangan khusus yang ”sucihama”. Pemberian obat antibiotika hendaknya dipilih yang tidak menyebabkan depresi kejiwaaan.
2.      Transfusi darah. Gunakan komponen darah bila harus melakukan transfusi darah. Hendakanya harus diketahui bahwa tidak ada manfaatnya mempertahankan kadar hemoglobin yang tinggi, karena dengan transfusi darah yang terlampau sering, akan timbul depresi terhadap sumsum tulang atau dapat menyebabkan timbulnya reaksi hemolitik (reaksi transfusi), akibat terbentuknya antibodi terhadap sel darah merah , leukosit dan trombosit. Dengan demikian transfusi darah diberikann bila perlu. Pada keadaan yang sangat gawat (perdarahan masif, perdarahan otak dan sebagainya) dapat diberikan suspensi trombosit.
3.      Transplantasi tubuh ditetapkan sebagai terapi terbaik pada pasien anemia sejak tahun 70-an. Donor yang terbaik berasal dari saudara kandung dengan Human Leukocyte Antigen (HLA)nya cocok.
6.      Pemeriksaan Dan Diagnostik
Dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar:
1.      Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah bagian dari sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Nilai normal untuk wanita : 12,5-15 gr/dL, pria : 14-16 gr/dL.
2.      Hematokrit (Ht)
Hematokrit menggambarkan persentase kandungan sel darah merah dalam darah Anda. Nilai normal untuk wanita : 38-47%, pria : 42-50%.

7.      Penanganan
Seperti telah disebutkan, kadar Hb seseorang amat berpengaruh bagi terdistribusikannya oksigen ke seluruh tubuh. Hal ini terkait pula dengan zat besi yang dikandung dalam tubuh kita. Menurut dr Syafrizal Syafei SpPD KHOM, ahli hematologi onkologi medis RSCM dalam makalahnya di seminar 'Indonesia Bebas Anemia' di Jakarta Juli 2004, zat besi berfungsi sebagai pigmen pengangkut oksigen dalam darah. Sedangkan oksigen sendiri diperlukan tubuh untuk proses pembakaran yang menghasilkan energi.
Kurangnya kadar oksigen dalam darah dapat menyebabkan terganggunya fungsi-fungsi sel di seluruh tubuh termasuk otak. ''Dalam kondisi seperti itu seseorang jadi tidak produktif. Otomatis juga kemampuan berpikirnya jadi menurun, kondisi fisiknya juga menurun,'' kata Adi Sasongko. ''Bayangkan kalau ini terjadi belasan tahun sejak anak berada di usia balita hingga masa sekolah, kualitas berpikirnya juga menjadi berkurang. Dan kalau kita bicara anak-anak sekolah maka prestasinya bisa menjadi di bawah rata-rata,'' tambahnya. Pendapat senada juga dikemukana Syafrizal. Pada anak-anak, kondisi seperti itu dapat menyebabkan prestasi belajarnya terganggu karena pembentukan otak sejak kecil terhambat.


8.      Pencegahan
Untuk mencegah kekurangan zat besi, sebaiknya mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang mencukupi. Sementara itu, mengatasi anemia yang penting adalah mencari dulu penyebabnya.
Bila penyebabnya telah diobati, penyakit anemia akan sembuh dengan sendirinya. Selain zat besi, konsumsi makanan yang mengandung asam folat dan vitamin B-12. Perhatikan asupan kalsium, kopi dan teh yang berlebihan. Zat-zat ini menghalangi penyerapan zat besi.
B.     KONSEP DASAR KPERAWATAN
1.      Pengkajian
Aktivitas/istirahat
Gejala           :  Keletihan, kelemahan, malaise umum, Kehilangan produktivitas, penurunan semangat untuk bekerja, toleransi terhadap latihan rendah dan kebutuhan untuk tidur dan istirahat tidak banyak
Tanda           :  Takikardia/takipnea; disspnea pada bekerja atau istirahat, letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya, kelemahan otot dan penurunan kekuatan, ataksia, tubuh tidak gerak, bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan.
Sirkulasi
Gejala           :  Riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina CHF (akibat jantung berlebihan). Riwayat endokartis infektif kronis. Palpasi (takikardia kompensasi)
Tanda           :  TD : memingkat sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar; hipotensi postural disritmia; abnormalias EKG, misalnya depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung murmur sistolik (DB)
Integritas ego
Gejala           :  Keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan misalnya penolakan transfusi darah
Tanda           :  Depresi
Eliminasi     
Gejala           :  Riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda           :  distensi abdomen


Makanan/Cairan
Gejala           :  penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (Ulkus pada faring). Mual/muntah, dispepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau pika untuk es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat dan sebagainya.
Tanda           :  Lidah tampak merah daging/halus. Membran mukosa kering, pucat. Turgor kulit; buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas. Stomatitis dan glositis. Bibir : selitis misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah
2.      Intervensi
-          Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku
R/ : Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
-          Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
R/  : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi  untuk kebutuhan seluler
-          Awasi pemeriksaan laboratorium misalnya Hb/Ht dan jumlah SDM, GDA
R/  : Mengidentifikasi defiesiensi dan kebutuhan pengobatan respons terhadap terapi
-          Berikan SDM darah lengkap/packed, produk darah sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi transfusi
R/  : Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen : memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko  perdarahan
-          Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing
R/ : Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut, dan peningkatan resiko cedera
3.      Evaluasi
Dari hasil evaluasi pasien mampu menunjukkan :
1.      Pemeriksaan jantung melalui eritropoieti nadi Anda memungkinkan dokter Anda untuk memeriksa Hb dan pembuluh darah.
2.      Tes darah (gas darah arteri) dapat juga digunakan untuk menentukan berapa banyak oksigen yang hadir dalam darah Menjaga tekanan udara pada organ tubuh.
3.      Pengukuran tekanan darah dan memiliki tekanan darah sangat normal


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin, suatu senyawa kimia dalam sel darah merah yang berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh. Hal ini bisa karena kadar hemoglobinnya yang berkurang, atau malah sel darah merahnya yang berkurang.
Penyebab paling umum dari anemia adalah kekurangan zat besi. Kebanyakan wanita tidak menyadari bahwa dia mengalami anemia dan baru sadar pada saat menjalani tes darah seperti pada waktu donor darah dan tes darah lengkap. Namun gejala umum anemia adalah mudah capek, nafas gampang tersengal-sengal dan terlihat pucat.
Diet tinggi zat besi cukup signifikan untuk mencegah anemia, salah satu makanan tinggi zat besi adalah daging dan sayuran hijau. Tannin yang terdapat dalam teh mampu menghambat penyerapan zat besi di usus, makanya habis makan daging diusahakan tidak minum teh. Sebaliknya, vitamin C memiliki efek yang bagus untuk penyerapan zat besi, satu porsi steak daging dengan segelas jus jeruk merupakan kombinasi yang bagus untuk mencegah anemia.

B.     Saran
Untuk mencegah kekurangan zat besi, sebaiknya mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang mencukupi. Sementara itu, mengatasi anemia yang penting adalah mencari dulu penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. sebuah b c Rippe, James M.; Irwin, Richard S. (2003). Irwin dan Rippe's Kedokteran perawatan intensif. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. ISBN 978-0-7817-3548-3. OCLC 53868338. [Halaman diperlukan]
 2. "http://en.wikipedia.org/wiki/Anemia”

3. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta, 2009
4.      ^ Anemia Departemen Anestesi dan Perawatan Intensif Universitas Cina Hong Kong


READ MORE - Asuhan Keperawatan Anemia

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
2. Patofisiologi
a. Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).
1) Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith – Lemli – Opitz.
2) Ekstra kranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.
3) Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
b. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
c. Manifestasi klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy.
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever
Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
3. Klasifikasi kejang
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.
  1. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
  1. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
  1. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
4. Diagnosa banding kejang pada anak
Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan mioklonus nokturnal benigna.
  1. Gemetar
Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering membingungkan terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat terlihat pada anak normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya menyerupai klonik .
b. Apnea
Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6 detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 – 15 detik. Berhentinya pernafasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 – 15 detik terdapat pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan.
Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.
c. Mioklonus Nokturnal Benigna
Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada jari persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut berlangsung lama dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan
5. Penatalaksanaan
Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.
Penatalaksanaan Umum terdiri dari :
a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati
b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung
c. Usahakan suhu tetap stabil
d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain
e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena
Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan
a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya
b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan
c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah.
6. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :
1) hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
b. Pemeriksaan laboratorium
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.
Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu
1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.
2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis gas darah.
3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal
4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.
6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup :
a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic
b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan virus herpes.
c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan baku
d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan vertikular
e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak
e) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar.
7. Tumbuh kembang pada anak usia 1 – 3 tahu
1. Fisik
f. Ubun-ubun anterior tertutup.
g. Physiologis dapat mengontrol spinkter
2. Motorik kasar
a. Berlari dengan tidak mantap
b. Berjalan diatas tangga dengan satu tangan
c. Menarik dan mendorong mainan
d. Melompat ditempat dengan kedua kaki
e. Dapat duduk sendiri ditempat duduk
f. Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh
3. Motorik halus
a. Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan
b. Melepaskan dan meraih dengan baik
c. Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu
d. Menggambar dengan membuat tiruan
4. Vokal atau suara
a. Mengatakan 10 kata atau lebih
b. Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian tubuh
5. Sosialisasi atau kognitif
a. Meniru
b. Menggunakan sendok dengan baik
c. Menggunakan sarung tangan
d. Watak pemarah mungkin lebih jelas
e. Mulai sadar dengan barang miliknya
8. Dampak hospitalisasi
Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan menangis, perasaan hilang kontrol menunjukkan temperamental, menunjukkan regresi, protes secara verbal, takut terhadap luka dan nyeri, dan dapat menggigit serta dapat mendepak saat berinteraksi.
Permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut :
a) Rasa takut
1) Memandang penyakit dan hospitalisasi
2) Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal
3) Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit
4) Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan
5) Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan, menghisap jempol, menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang.
b. Ansietas
1) Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal
2) Protes (menangis dan mudah marah, (merengek)
3) Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang baru tidak berminat
4) Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit
5) Tidak berdaya
6) Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan
7) Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan yang memberi pengobatan atau perawatan
Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol
9) Protes dan Ansietas karena restrain
c. Gangguan citra diri
1) Sedih dengan perubahan citra diri
2) Takut terhadap prosedur invasive (nyeri)
3) Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang dicabut
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.
Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.
1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan involunter
2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.
4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter
5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra
7. Riwayat jatuh / trauma
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular
3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
3. INTERVENSI
Diagnosa 1
Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
Tujuan
Cidera / trauma tidak terjadi
Kriteria hasil
Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan
Intervensi
Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang.
Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan
Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular
Tujuan
Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
Kriteria hasil
Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normal
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi
Diagnosa 3
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
Tujuan
Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil
Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
Intervensi
Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.
Diagnosa 4
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
Tujuan
Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Kriteria hasil
Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
Intervensi
Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.
Diagnosa 5
Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.
6. EVALUASI
1. Cidera / trauma tidak terjadi
2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
3. Aktivitas kejang tidak berulang
4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
5. Pengetahuan keluarga meningkat
DAFTAR PUSTAKA
Bruner, Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta : EGC. 2002
http://andaners.wordpress.com/asuhan-keperawatan/AIDS/
Manjoer, A, et al, 2000, Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta, Medika aeusculapeus

Suryono Slamet, et al, 2001, buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 2, edisi , Jakarta, FKUI

Doengoes. E. M, et al, 2000, Rencana asuhan keperawatan, edisi 3 Jakarta, EGC

READ MORE - ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

Asuhan Keperawatan Klien Amputasi


PENGERTIAN

Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas

PENYEBAB / PRESDISPOSISI

Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi
  1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki
  2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki
  3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berati
  4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
  5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
  6. Deformitas organ.

JENIS AMPUTASI

Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
  1. Amputasi selektif/terencana
    • Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
  2. Amputasi akibat trauma
    • Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
  3. Amputasi darurat
    • Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas
Jenis Amputasi yang dikenal antara lain:
  1. Amputasi Terbuka
    • Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama
  2. Amputasi Tertutup
    • Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ).
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya

MANAGEMENT KEPERAWATAN

Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada tahap pre-operatif, tahap intra-operatif, dan pada tahap post-operati

Pre Operatif

  1. Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan operasi.
  2. Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi
    1. Pengkajian Riwayat Kesehatan
      • Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.
    2. Pengkajian Fisik
      • Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
      • Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH
KEGIATAN
Integumen :
Kulit secara umum Lokasi amputasi
Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif.
Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.
Sistem Cardiovaskuler :
Cardiac reserve
Pembuluh darah
Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah
Sistem Respirasi
Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari
Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Mengkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit
Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis
Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal
Mengkaji kemampuan otot kontralateral
    1. Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
      • Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul.
      • Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.
      • Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif.
      • Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. Asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah ini
    2. Laboratorik
      • Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung

 

DIAGNOSA KEPERAWATAN dan PERENCANAAN KEPERAWATAN

Dari pengkajian yang telah dilakukan, maka diagnosa keperawatan yang dapat timbul antara lain :
  1. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan perioperatif.
    • Karakteristik penentu
      • Mengungkapkan rasa tajut akan pembedahan
        • Menyatakan kurang pemahaman
        • Meminta informasi
    • Tujuan :
      • Kecemasan pada klien berkurang
    • Kriteria evaluasi :
      • Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas.
      • Mengungkapkan pemahaman tentang operasi
    • Intervensi
No
INTERVENSI
RASIONAL
1
Memberikan bantuan secara fisik danpsikologis, memberikan dukungan moral
Secara psikologis meningkatkan rasa aman dan meningkatkan rasa saling percaya
2
Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baiknya
Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/ persepsi klien
3
Mengatur waktu khusus dengan klien untuk berdiskusi tentang kecemasan klien
Meningkatkan rasa aman dan memungkinkan klien melakukan komunikasi secara lebih terbuka dan lebih akurat
  1. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan kehilangan akibat amputasi
    • Karakteristik penentu :
      • Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian.
        • Takut kecacatan.
        • Rendah diri, menarik diri.
    • Tujuan :
      • Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada citra diri.
    • Kriteria evaluasi :
      • Mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut.
      • Menyatakan perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yang baru
    • Intervensi
No
INTERVENSI
RASIONAL
1
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang dampak pembedahan pada gaya hidup
Mengurangi rasa tertekan dalam diri klien, menghindarkan depresi, meningkatkan dukungan mental.
2
Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan pemilihan amputasi
Membantu klien mengapai penerimaan terhadap kondisinya melalui teknik rasionalisasi
3
Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang lebih parah
Meningkatkan dukungan mental.
4
Fasilitasi untuk bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam penerimaan terhadap situasi amputasi
Strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan citra diri.
Selain masalah diatas, maka terdapat beberapa tindakan keperawatan preoperatif antara lain
  1. Mengatasi nyeri
    1. Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik dalam mengatsi nyeri.
    2. Menginformasikan tersdianya obat untuk mengatasi nyeri.
    3. Menerangkan pada klien bahwa klien akan “merasakan” adanya kaki untuk beberapa waktu lamanya, sensasi ini membantu dalam menggunakan kaki protese atau ketika belajar mengenakan kaki protese. Mengupayakan pengubahan posisi tubuh efektif
  2. Menganjurkan klien untuk mengubah posisi sendiri setiap 1 – 2 jam untuk mencegah kontraktur
    1. Membantu klien mempertahankan kekuatan otot kaki (yang sehat), perut dan dada sebagai persiapan untuk penggunaan alat penyangga/kruk.
    2. Mengajarkan klien untuk menggunakan alat bantu ambulasi preoperasi, untuk membantu meningkatkan kemampuan mobilitas posoperasi, memprtahankan fungsi dan kemampuan dari organ tubuh lain.
  3. Mempersiapkan kebutuhan untuk penyembuhan
    1. Mengklarifikasi rencana pembedahan yang akan dilaksanakan kepada tim bedah.
    2. Meyakinkan bahwa klien mendapatkan protese/alat bantu (karena tidak semua klien yang mengalami operasi amputasi mendapatkan protese seperti pada penyakit DM, penyakit jantung, CVA, infeksi, dan penyakit vaskuler perifer, luka yang terbuka)
    3. Semangati klien dalam persiapan mental dan fisik dalam penggunaan protese.
    4. Ajarkan tindakan-tindakan rutin postoperatif : batuk, nafas dalam

Intra Operatif

Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klie. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan. Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuktindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif. Makalah ini tidak membahas secara detail kegiatan intraoperasi

Post Operatif

Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa. Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien. Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien. Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka.
Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain adalah :
  1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder terhadap amputasi
    • Karakteristik penentu :
      • Menyatakan nyeri.
      • Merintih, meringis.
    • Tujuan :
      • Nyeri hilang / berkurang.
    • Kriteria evaluasi
      • Menyatakan nyeri hilang.
      • Ekspresi wajah rileks.
    • Intervensi
No
INTERVENSI
RASIONAL
1
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang dampak pembedahan pada gaya hidup
Mengurangi rasa tertekan dalam diri klien, menghindarkan depresi, meningkatkan dukungan mental
2
Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan pemilihan amputasi
Membantu klien mengapai penerimaan terhadap kondisinya melalui teknik rasionalisasi
3
Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang lebih parah
Meningkatkan dukungan mental
4
Fasilitasi untuk bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam penerimaan terhadap situasi amputasi
Strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan citra diri
  1. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap amputasi
    • Karakteristik penentu :
      • Menyatakan berduka tentang kehilangan bagian tubuh.
      • Mengungkapkan negatif tentang tubuhnya.
      • Depresi.
    • Tujuan :
      • Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
    • Kriteria evaluasi :
      • Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri.
      • Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup
    • Intervensi
No
INTERVENSI
RASIONAL
1
Validasi masalah yang dialami klien
Meninjau perkembangan klien
2
Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung
§  Perawatan luka.
§  Mandi.
§  Menggunakan pakaian
Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra tubuh
3
Berikan dukungan moral
Meningkatkan status mental klien.
4
Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri
Memfasilitasi penerimaan terhadap diri
  1. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak berhubungan dengan amputasi
    • Karakteristik penentu :
      • Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau emboli lemak.
    • Tujuan :
      • Tidak terjadi komplikasi.
    • Kriteria evaluasi :
      • Tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak.
    • Intervensi:
No
INTERVENSI
RASIONAL

Infeksi

1
Lakukan perawatan luka adekuat
Mencegah terjadinya infeksi

Perdarahan; pantau

2
Masukan dan pengeluaran cairan
Menghindari resiko kehilangan cairan dan resiko terjadinya perdarahan pada daerah amputasi
3
Tanda-tanda vital tiap 4 jam
Sebagai monitor status hemodinamik
4
Kondisi balutan tiap 4-8 jam
Indikator adanya perdaraham masif

Emboli lemak

5
Monitor pernafasan
Memantau tanda emboli lemak sedini mungkin
6
Persiapkan oksigen
Untuk mempercepat tindakan bila sewaktu-waktu dperlukan untuk tindakan yang cepat
7
Pertahankan posisi flower atau tetap tirah baring selama beberapa waktu
Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan atau memudahkan pernafasan
  1. dll
Beberapa kegiatan keperawatan lain yang dilakukan adalah :
  • Melakukan perawatan luka postoperasi
    • Mengganti balutan dan melakukan inspeksi luka.
    • Terangkan bahwa balutan mungkin akan digunakan hingga protese yang digunakan telah tepat dengan kondisi daerah amputasi (6 bulan –1 tahun).
  • Membantu klien beradaptasi dengan perubahan citra diri
    • Memberi dukungan psikologis.
    • Memulai melakukan perawatan diri atau aktivitas dengan kondisi saat ini.
  • Mencegah kontraktur
    • Menganjurkan klien untuk melakukan gerakan aktif pada daerah amputasi segera setelah pembatasan gerak tidak diberlakukan lagi.
    • Menerangkan bahwa gerakan pada organ yang diamputasi berguna untuk meningkatkan kekuatan untuk penggunaan protese, menghindari terjadinya kontraktur.
  • Aktivitas perawatan diri
    • Diskusikan ketersediaan protese ( dengan terapis fisik, ortotis ).
    • Mengajari klien cara menggunakan dan melepas protese.
    • Menyatakan bahwa klien idealnya mencari bantuan/superfisi dari tim rehabilitasi kesehatan selama penggunaan protese.
    • Mendemontrasikan alat-alat bantu khusus.
    • Mengajarkan cara mengkaji adanya gangguan kulit akibat penggunaan protese.

KESIMPULAN

Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup besar, ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.
Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagi klien sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk mencapai tingkat homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegakkan untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis akibat amputasi.(anas)

REFERENSI

  1. Brunner, Lillian S; Suddarth, Doris S (1986), Manual of Nursing Practice, 4th edition, J.B. Lippincott Co. Philadelphia
  2. Engram, Barbara (999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah, edisi Indonesia, EGC, Jakarta.
  3. Kozier, erb; Oliveri (1991), Fundamentals of Nursing, Concepts, Process and Practice, Addison-Wesley Co. California.
  4. Reksoprodjo, S; dkk (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

READ MORE - Asuhan Keperawatan Klien Amputasi